Saturday, April 18, 2009

Racau dan Rajuk

Di manakah kutemukan cahaya?

Apa yang kulihat hanya kegelapan sepekat tinta
yang bahkan menelan malam dalam tegukan
mematikan
Apa yang kulihat kemunafikan mengerikan,
racun dari semua racun dan cadar semua cadar,
penyembunyi inti dunia yang mulai pudar
dan tenggelam
Semuanya kesedihan dan kepedihan
Kekosongan, kehampaan
Tidak lebih dan tidak kurang

Aku tahu aku menjijikkan
dengan segala keluh kesah ini
membuatku menjadi seorang
perajuk, tanpa rasa terima kasih sedikitpun
Selalu melihat yang gagal dan mengingatnya
tapi buta dan terbiasa melupakan yang indah

Yang menguatkan
Yang membuat hidup
Yang membuat abadi

Aku marah pada diriku dengan segala
kemurkaan yang mungkin ditanggung
Aku marah pada dunia dan semua orang
yang bisa aku sembur dengan api berbisa,
bahkan sekalipun ia sama tidak ternodanya
dengan dandelion di minggu pertama musim semi

Mengapa aku menjadi seperti ini?
Menjadi seorang peracau hina dina,
membicarakan hal-hal yang nista dan tidak berguna,
tidak bermanfaat dan remeh,
sampah-sampah paling tidak penting di dunia

Kosong. Selalu kosong. Itu saja yang kubicarakan.
Apakah aku memang suatu kekosongan, bualan kentut terbesar di dunia?
Apakah seluruh dunia juga bualan kentut?
Apakah aku memang tidak bisa menemukan suatu emosipun, motivasi pembangkit jiwa?
Terdengar bijak, tapi jangan dengarkan ular; mereka menipu Adam-Hawa
Dan meski terdengar kuat, sesungguhnya serapuh ranting-ranting musim gugur

Aku tidak butuh kata-kata menggurui, seakan-akan yang bicara
adalah figur paling hebat, yang mendikte perintah pada dunia
seakan-akan ia adalah Buddha
seakan-akan ia adalah Muhammad
seakan-akan ia adalah Almasih
seakan-akan ia adalah para pemilik pengetahuan besar dengan ideologi brilian
Aku sudah mempunyai kakak yang selalu menyedakku dengan bualan "bijak"nya
Aku tidak butuh figur kakak seperti itu lagi

Aku tidak butuh figur guru
Terlalu banyak guru yang mencekokiku dengan
saran-saran dan beragam ideologi
namun tiada satu pun yang bisa menolong



Puisiku ini memang kosong, tidak bermakna
hanya berisi kemarahan, kehinaan, dan kekacauan
yang meletup-letup seperti sup kodok dalam kuali
Sekali lagi, sampah, dimuntahkan dari mulut dengan begitu menjijikkan
Kumpulan kata-kata hina, bait-bait kotor, kalimat nista

Semuanya hanya luapan bodoh tanpa estetika

Jadi pergi sajalah jika kau mau mengkritik, daripada kau dianggap bodoh
Karena mau membaca racauan si gelandangan malam