Sunday, August 9, 2009

In Memoriam

In the memory of my beloved, my lovely,
Yanguti
Sartinah Yudhoprawiro
Grandmere
who finished her long life journey at
Sunday, August 09, 2009
in the sound of Adzan dzuhur
May God give her His best place

***

Ikhlas itu sulit.

Kita bisa saja merelakan sebuah barang begitu saja. Namun ikhlas dengan murni itu sulit. Ikhlas berarti kita harus merelakannya, melepaskannya; tidak sedikitpun mengungkit-ungkit pelepasan itu sebagai beban dan tuntutan, melainkan keputusan tulus dari hati, yang samasekali tidak boleh disesali.

Ikhlas dengan murni bukan berarti menyerah. Seperti yang dikatakan teman-temanku, ikhlas bukan berarti melepaskan. Ikhlas bukan berarti pasrah. Itu namanya menyerah, berpangku tangan; melepaskan sesuatu tanpa pengorbanan sedikitpun.

Tidak. Seseorang dikatakan ikhlas apabila ia berpasrah diri kepada yang Maha Tinggi atas segala usaha yang telah ia upayakan. Ia tetap berusaha; namun ia menyiapkan diri atas apapun hasil yang ia terima.

Dan itu sulit. Sulit.

Apalagi jika hal yang harus kalian ikhlaskan adalah hal yang begitu kalian cintai; yang sudah 17 tahun hidup bersama kalian, mengasuh kalian sejak lahir, dan telah menjadi bagian dari diri kalian yang utuh; sebuah legenda yang membuat kalian bernapas, menegakkan pondasi rumah, membangun keluarga kalian.

Oleh sebab itu, sulit bagiku untuk mengikhlaskan Yanguti.

Karena selendang itu terlalu ketat ikatannya. Selendang, yang telah mengikat kami semua, baik keluargaku yang paling dekat hingga yang paling jauh, dalam sebuah ikatan batin yang kuat. Tidak ada yang mengenal keluargaku tanpa mengenal Yanguti; dan bahkan dalam pertemuan pertama sekalipun benang ikatan sudah terjalin.

Yanguti adalah legenda keluarga kami. Bersama beliau kami hidup, tumbuh, bernapas, dan berkembang. Bersama beliau kami bergembira, bersama beliau kami menghadapi masalah.

Yanguti yang menumbuhkan semua tanaman di rumahku. Ia adalah sang dewi pohon mangga kebanggan keluargaku. Beliau membenihkan setitik jiwanya ke tiap-tiap tanaman di rumahku.

Yanguti yang menghidupkan rumahku. Tidak ada sepotong pun bagian di rumahku tanpa sentuhannya, tanpa kenangannya. Betapa aku ingat sofa itu, teras itu, bantal itu; yang tidak bisa dilepaskan dari Yanguti.

Yanguti yang membimbing kami. Bahkan tanpa perlu bicara, tanpa perlu metode konvensional, beliau mendidik kami untuk menjadi kuat. Kisah hidupnya adalah perjuangan menjadi kuat. Kami tidak boleh lemah, kami harus kuat. Itu satu pelajaran berharga dalam hidup.

Dan Yanguti mengajari hal terpenting dalam hidup: cinta.

Yanguti tidak sempurna. Kesenjangan usia yang besar menciptakan ketidakpahaman antara kami semua. Tetapi bahkan meskipun ada banyak cekcok, perselisihan, dan mungkin sakit hati, kami tetap menyayanginya. Apapun yang kami katakan, apapun yang kami lakukan, kepadanya, tidak menunjukkan betapa besar kami mencintainya. Dan apapun yang Yanguti katakan, apapun yang Yanguti lakukan, aku yakin, tidak menunjukkan betapa besar beliau mencintai kami.

Beliau memang mendidik dengan keras. Namun itu semua karena beliau cinta. Beliau mungkin cerewet, suka menasihati, ya. Namun itu semua karena beliau cinta.

Yanguti cinta kami.

Yanguti hanya ingin yang terbaik bagi kami.

Dan aku ingin beliau tahu, bahkan meskipun seandainya tidak ada jaringan internet di tempat beliau berada sekarang, dan bahkan meskipun seandainya ada beliau tidak tahu alamat blog ku; bahwa beliau berhasil.

Beliau berhasil mengajari kami untuk menjadi kuat.

Beliau berhasil mendidik kami untuk menjadi yang terbaik.

Beliau berhasil membimbing kami untuk sukses.

Beliau berhasil menjadi seorang ibu, orangtua, nenek, budhe, dan semua gelar lain.

Karena tidak ada satupun anggota keluarga kami, baik yang paling dekat hingga yang paling jauh, yang tidak mencintai beliau. Tidak ada yang tidak mencintai; tidak ada yang tidak menghormati; tidak ada yang tidak mengingat.

Karena Yanguti adalah legenda. Dan legenda tidak pernah mati. Legenda selalu diingat.

Dalam hati, dalam jiwa, dalam pikiran; bahkan hingga maut akan menyatukan kami semua.

Mengapa? Karena cinta. Legenda selalu dicintai. Dan cinta tidak pernah mati.

Dan kami tidak akan pernah berhenti mencintai beliau.


Semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik bagimu, Yanguti
karena kami di sini melakukannya.
Kau akan selalu ada di hati, di jiwa, di memori,
hingga maut menyatukan kita
Terima kasih atas segala jerih payah yang engkau berikan,
tiap tetes peluh, tiap nasihat, tiap keprihatinan, tiap semangat,
tiap sapaan, tiap belaian, tiap tembang, tiap dongeng,
dan tiap hal yang telah engkau berikan kepada kami
dan tiap cinta
yang mendasari tiap-tiap hal tersebut



Selalu di hati, Yanguti.