Sunday, March 1, 2009

The Curse of the Water

Air. Di mana-mana ada air. Di mana-mana, kita butuh air. Tiga hari tanpa air, kita mati. Tiga hari mandi tanpa air--yang bener aja, baunya separah apa entar. Yang penting, itulah esensinya: dalam hidup, kita tidak bisa lepas dari air.
Tapi, mengapa akhir-akhir ini saya selalu sial bila berhubungan dengan air? Mulai dari hari Kamis kemarin, saat saya diberi berkah luar biasa oleh Yang Mahakuasa, berupa hujan runtuh. Dan kemarin Sabtu... Astaga, tiga kali saya sial dengan air!
Sesungguhnya, saya tidak sepenuhnya mendapat efek negatif... Tapi tetap saja, hal-hal ini sungguh konyol, sehingga saya terpaksa mengecapnya sebagai sial. Menyebalkan sekali! Yah, lekaslah kita mulai jurnal sialan ini...

1. Di sekolah, setelah olahraga
Jadi, ceritanya begini. Saya baru saja selesai ganti baju di kamar mandi dan hendak masuk ke kelas, tempat cowok-cowok lainnya ganti baju. (Anda pasti berpikir, mengapa saya tidak bergabung. Tentunya Anda sudah tahu? Yupz, teman saya bernama XXXX itu sungguh sangat bau. Juga penuh keringat. Bayangkan, pagi-pagi waktu datang saja, masa sudah berbalut cairan buangan tubuh itu?) Setelah memasukkan baju ke dalam tas, saya mengambil air minum saya.
Di sekeliling saya, ada Abshar, Ariq, Udin, juga Akbar... dan kalau tidak salah, Simbah juga (Sejarah penamaannya panjang; akan saya ceritakan lain kali). Mereka tengah mengobrol dan bercanda seru... Tahu kan, khas komplotan A2RP. Saya berusaha tidak menghiraukan, dan meneguk air minum.
Mendadak, entah mengapa, ada sesuatu yang menyedak tenggorokan saya. Entah itu perasaan geli atau ingin terbatuk, saya tidak tahu. Yang pasti, akibatnya fatal--mendadak saja, saya menyemprotkan semua air dalam mulut saya.
Tepat ke arah Akbar.
Astaga. Saya tidak berani sama sekali menatap Akbar. Itu sungguh-sungguh suatu kecelakaan, tindakan refleks seorang manusia! Tanpa membuka mata, saya tertawa. Antara prihatin dan geli. Saya begitu tercabik dua perasaan itu. Oh, satu lagi--malu. Bagaimana tidak? Mendadak saja saya menjadi Tukang Sembur Air Minum Nomor Satu Se-Dekrizo. Pokoknya, saya tidak berani menatap Akbar, dan justru tertawa sepuasnya.
Untung sekali Akbar tidak marah (atau menahan marah, barangkali?). Tapi yang pasti, saya sungguh kehilangan muka.

2. Pulang ke rumah, sewaktu Maghrib
Setelah pulang, saya terpaksa ikut orangtua ke kantor. Walaupun saya juga mau-mau saja sih... Pulang, sudah masuk waktu Maghrib. Saya pun shalat (kilat) kemudian mengambil handuk dan baju, lekas-lekas mandi. Air hangat sudah menanti...
Pasti bingung, masa saya mandi pakai air hangat? Pembaca, jangan lupa, saya ini juga Anak Laki-laki yang Alerginya Mudah Dirangsang--tinggal mandi pakai air dingin membekukan, maka saya akan menghabiskan malam dengan hidung penuh ingus dan bersin-bersin parah.
Maka saya pun mandi... Oh, ya, hari itu adalah jadwal saya untuk keramas. Tentu saja, keramas tidak boleh pakai air hangat. Kenapa? Karena bisa menyebabkan banyaknya ketombe. Maka saya pun mengambil segayung air dingin dari bak, dan keramas.
Nah, karena lama tidak disiram air hangat, saya pun merasa sedikit kedinginan. Takut kalau kelamaan bakal pilek, maka saya ambil air di gayung di siramkan ke tubuh saya.
BYUUUUUR.
Kontan saja saya kaget. Gila apa, saya lupa bahwa di dalamnya bukan air hangat--tapi air dingin! Air yang sangat dingin sekali. Merinding sampai-sampai saya jadinya. Sambil merutuki kepikunan dan kebodohan saya, saya buru-buru membilas tubuh dengan air hangat. Kesialan kedua dalam satu hari... Beruntung sekali saya tidak pilek. Walaupun sempat kedinginan sekali sesaat.

3. Di rumah, sewaktu makan malam
Setelah mandi air hangat--plus segayung air dingin--saya pun makan malam. Menunya apa, saya sudah lupa; yang pasti mengenyangkan. Selepas makan, tentu saja saya minum. Nah, karena malas ke dispenser, saya melongok mencari gelas berisi air di meja makan. Dengan heran saya mendapati, botol air minum milik saya dan kakak saya--yang tentunya sudah habis--ada di sana dan sudah diisi lagi.
Tanpa curiga, saya menuang airnya ke dalam gelas. Sewaktu saya hendak meneguknya, saya mendapati ada kotoran kecil di sana, entah apa--tapi tidak begitu menjijikkan kok, lebih seperti remah-remah roti. KESIALANNYA BUKAN DI SINI. Tentu saja, saya tidak mau minum. Normalnya, kotorannya akan saya buang, lalu minumnya diteguk--atau bagaimanalah, saya tidak tahu.
Bodohnya, airnya saya buang semua.
Lalu saya berbalik menuju dispenser, bermaksud untuk mengambil air... dan mendapati galon air minumnya sudah hilang.
Alias airnya habis.
Saya segera mengumpat dalam hati, sekaligus ngeri. Karena itu berarti, air di botol air minum adalah air terakhir yang tersisa dari galon sebelum habis. Maksudnya untuk disimpan bila ada yang haus. Namun, sungguh bodoh, air minum dalam satu botol saya buang semua dengan percuma!
Takut dimarahi, saya segera menaruh gelas saya dan naik ke atas kamar. Daripada ketahuan membuang air dengan percuma...

Nah, itu merupakan kisah-kisah aneh saya kemarin Sabtu. Entah lucu atau tidak, saya tidak peduli. Saya hanya ingin bercerita (bohong nih; sejujurnya, curhat dan mencak-mencak) mengenai kesialan saya kemarin. Sejujurnya, mungkin lebih baik ditulis 'tadi', karena saya menulisnya hari Sabtu--namun berhubung internet saya kemarin error, maka saya terpaksa menge-postnya sekarang.
Sekian dari saya. Doakan supaya air tidak mengutuk saya lagi...