Wednesday, June 16, 2010

Soliloquy of Solitude


from Oxford Advanced Learner's Dictionary:

Soliloquy—a speech in a play in a which a character, who is alone on the stage, speaks his or her thoughts aloud; the act of speaking thoughts aloud in this way

Solitude—the state of being alone, especially when you find this pleasant


Kupikir aku jatuh cinta

Tetapi dengan siapa? Aku tak tahu
Mereka semua seperti bayang-bayang; tak tersentuh,
tetapi kudamba
Namun mengapa tak ada yang benar kucinta?

Ada harapan
Aku bisa saja mencintainya
Namun aku tidak bisa; semuanya hanya terlalu konyol rasanya
Kau tahu, aku tidak hanya memliki harapan, namun juga mengharapkan
dan kulihat tak ada yang bakal menyanggupinya

Ataukah mereka akan?

Aku terlalu ragu untuk percaya dan terlalu takut untuk mencoba
Aku pernah patah hati; aku tidak ingin akan patah hati lagi
Letih rasanya, menguras tenaga untuk sebuah dusta
Kebohongan
Bayang-bayang

Dan jiwaku terbagi dua

Di satu sisi aku mencintai kesendirianku dan kebebasan mutlak di dalamnya
Aku bisa memilih langkahku sendiri tanpa perlu mempertimbangkan konsekuensinya
Aku tidak perlu terikat oleh belenggu dan rantai kisah-kasih menggelikan itu
Rasanya seakan merengkuh dunia; terbebas dari penjaraku
Seringan bulu dan semerdeka merpati

Di sisi lain… Well, ada kekosongan hampa di sini
Relung yang tiada terisi; ceruk yang terbuka lebar
Sepi yang dingin dan mengilukan hati, menumpulkan indra
Kerinduan absurd untuk terobsesi kepada sesuatu
Keinginan untuk memiliki sesuatu untuk dikasihi, diberi perhatian
dan untuk dimiliki sesuatu untuk dikasihi, diberi perhatian

Namun, sekali lagi, aku tak tahu ke mana langkahku
Seakan ada cahaya di depan—namun untuk melaluinya terbentang jurang
Jembatan yang remuk redam; ketakutan untuk melangkah
takut patah takut rapuh; takut jatuh
Takut bahwa selama ini harapanku, cahayaku,
hanya akan padam saat akhirnya teraih

Takut. Takut. Dan takut.
Dan aku tidak percaya kepada siapapun

Di sini aku meretih, sedih marah benci jadi satu
Sedih atas rasa kehilangan itu; marah karena menjadi begitu lemah
Benci atas segala kecengengan dan adiksi akut ini
Aku benci menjadi rapuh. Aku benci jatuh cinta
Aku tidak ingin jatuh cinta—kepada manusia,
apalagi kepada bayang-bayang
ataukah itu bayang-bayang? Aku tak tahu apa
karena entah kepada apa aku cinta?

Atau apakah aku jatuh cinta?

Apakah ini hanya ennui?
Kurasa ini hanya ennui, namun aku tidak yakin
Yang pasti itu mencekikku: melemahkan raga, melumpuhkan syaraf, membunuh imajinasi
Penenang sempurna bagi semangat untuk hidup dan beraksi
Kebosananan yang timbul karena kehampaan dan kesunyian
Ketiadaan tawa—ketiadaan canda—bahkan ketiadaan duka
Tanpa hitam tanpa putih; tanpa warna
Netral. Transparan. Kosong. Polos.

SEPERTI HILANG KEWARASAN! Aaargh, hidup yang tidak hidup dan tanpa kehidupan

Rasa itu bercampur aduk—sepi, kosong, bosan
Solituditas yang bisa saja menyenangkan, kesunyian yang bisa saja membebaskan
Merelaksasi diri dari hiruk pikuk dunia untuk sesaat—melegakan
Namun, bagaimanapun, sepi; karena itulah esensinya

Ajari aku untuk membebaskan diri dari belenggu ini—rantai ketidakberdayaan
Bagaimanapun caranya—entah dengan mencintai, melupakan, melepaskan, bekerja

Karena aku terkungkung sunyi,
solituditas ini.

June 13th, 2010